Pertemanan Tiada Akhir

Qori –bos besar— sedang kecanduan film seperti halnya anak-anak lain. Yang jadi kesukaannya saat ini adalah Toy Story, cerita tentang sekumpulan mainan anak-anak yang menjadi hidup ketika Andy –pemilik mainan— tidak ada. Mereka bercerita tentang pertemanan, kesetiaan, dan berbagi. Konsep sederhana dalam hubungan manusia yang memang harus ditanamkan sejak kecil.

Pertemanan.. (lanjut klik di sini)

Konsekuensi

Di pelataran parkir sebuah kantor mereka siap untuk berangkat. Masih ada yang harus mereka bicarakan sebelum mesin dinyalakan. Hidung Azzam tiba-tiba mencium sesuatu, wewangian yang tidak ia suka. Bau apaan sih ini? Kok tiba-tiba ada bau yang aneh di mobil ini.. Azzam tidak sadar bahwa di dashboard-nya terdapat pewangi yang baru saja Ayya taruh. Ia baru menyadarinya ketika tangan Ayya menunjuk sesuatu di dashboard mobilnya.

Apakah itu? (lanjut klik di sini)

Kopi-Hitam-Cino

“Kopi Hitam, classic, alamiah.. nggak macem-macem!”

“Uuuhh sama kayak karakter yang minum..”

“Masa sih??”

“Emang kamu nggak ngerasa gitu?”

– Cintapuccino –

Kopi Hitam

Ada satu rasa syukur itu bertambah saat Lebaran, film-film Indonesia bermunculan di TV. Nggak perlu ke bioskop, nggak perlu beli keping cakram video. Dasar nggak mau rugi, setiap jam 10 malam diusahakan sudah ada di rumah, di depan TV. Nonton film nasional.

Flashback, kira-kira awal 2007 ketika film Cintapuccino itu rilis ada temen yang begitu semangatnya bercerita kepadaku. Bercerita tentang Nimo, salah satu karakter yang ada di film itu. Daku menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Saat itu daku tidak tertarik untuk menonton film drama romantis bikinan lokal. “Finding Nimo” dia menyebutkannya dan daku langsung teringat akan ikan badut (clown fish) yang cari-cari anaknya sampai ke Sidney.

Dia hendak menikah, dia meminta opiniku akan pikirannya untuk menyampaikan perasaan yang dipendam dalam perjalanan hidupnya. Dia ingin beberapa orang yang pernah singgah di hatinya tahu, bagaimana perasaan dia pada mereka dahulu dan ia pun ingin mengetahui bagaimana perasaan mereka terhadapnya.

Maafkan kalau daku berkata: “Gila!”, “Kurang ajar!” dan entah apalagi yang sekarang daku sudah lupa. Sekarang daku sudah nonton filmnya.. Sekali lagi maafkan daku kalau berkata: “GILAA!” kalau benar dikau terinspirasi film Cintapuccino itu.